Selamat datang di Kawasan Penyair Sulawesi Tenggara Terima kasih atas kunjungan Anda

Senin, 28 Januari 2008

IWAN KONAWE - Kerndari


IWAN KONAWE lahir di Kendari tahun 1978. Menggaa Lighting [Penata Lampu] Teater Sendiri ini pernah mengecap bangku kuliah di UNM-Makassar Jurusan Sendratasik angkatan 1999. Namun, saya ramalkan bakal tak selesai-selesai. Makanya lebih baik cepat mengundurkan diri sebelum diundurkan, katanya sambil tertawa. Bersama TS, ia pentas dalam beberapa event kesenian. Mengikuti Malam Bulan Puisi-Teater Sendiri 2004 & 2005, dan Pembacaan Sajak Akhir Tahun Teater Sendiri 2005, Temu Sastra Kepulauan dan Kampung Budaya IV 2004 di Topejawa-Takalar, DKM-BKKI Takalar-Makassar. Selama empat bulan, magang di Gedung Kesenian Jakarta bagian Tata Cahaya dan Artistik, kerjasama Yayasan Kelola-GKJ. Karya puisi pria Konawe (Tolaki) yang suka bertualang ini, terdapat pada Antologi Bersama Sendiri, Sendiri 2, Kumpulan Sajak Pembacaan Sajak Akhir Tahun-TS 2005, Malam Bulan Puisi [Teater Sendiri], dan Majalah Gong Yogyakarta. Kini menetap di Kendari sambil sesekali bertualang ke Uepai.

SMS Kedua Ratus Tujuh
:Syaifuddin Gani

‘lekas kemari
kamis atau jumat pagi
kau mesti di kendari
kita akan mengganti bulan
dengan malam bulan puisi”
begitu berburu kau menyapaku
lewat pesan masuk telepon genggamku
:pada suatu magrib
tanpa bulan temaram
hanya kegelapan
kesepian,
berjarak puluhan kilometer kerinduan

Uepai, Ujung September 2004


SMS Keseratus
Sembilan Puluh Lima
: Adel

pada suatu pagi yang ungu:
“kak… kamu di mana sekarang?
maaf ya…aku tak kuasa ke kendari.
aku harus pergi jauh,
meski aku rindu
pada kalian semua”.
kau kirimi aku kidung alam
tegar seperti nyala bara
:adakah aku berhadapan
dengan geram peperangan,
yang menang akan abadi
yang kalah tak kembali?
berdiri kemudian aku di muka pintu kayu
lusuh bagai waktu itu
melukiskan masa lampau:
“di ubun-ubunku
urat syaraf tengah berperang melawan radang otak”
bagitu kau bilang
sembari bersila di depanku.
ketakutan, kegelisahanmu
menggambar maut
kutangkap dari senja kaca jendela.

Uepai, Ujung September 2004


Silea

di tanah pinus pegunungan silea
reranting kering berguguran
merepih kabut
memapah pagi yang berpekat.
tepi gunung menebar wangi sejuk kemesraan
tepi jurang menebar indah getir kematian
menuliskan rinduku bergalau
sepanjang jalan berlika-liku debu.

Kolaka, Agustus 2004


Ritus Mosehe

dari muasal tanah konawe:
“tembikar pandan
melilit erat tiga simpul rotan
berlingkaran di antara pinang dan dedaunan siri
beralas tetoron putih sebagai kesucian.”
perlahan pabitara menyentuh sukma
tembangkan makna peribahasa:
“ni ino saramami”
bukan mantra basa basi
hanya petuah temurun
yang masih utuh walau guntur mengemuruh beruntun
sepejam mata
taawu dihunuskan:
kerbau putih sebagai simbol tumbal
darahnya bercecer mengusir sesal
ia lemas telah mengusir tikai
yang tak padam

Konawe, 2004

taawu : pedang panjang khas adat suku Tolaki

Ritus Molulo
bumi merubah nasib:
pesta kawin, panen, dan kematian
tiba-tiba menjemput
bumi dijajal:
kedua telapak kaki menari
jemari adam erat menganyam jemari hawa
luluh lantakkan tanah
pada pusar lingkar kekerabatan
bumi bersaksi:
demi cucu merukun
tiga bunyi karandu
dititipkan tono motuo
demi kami
Inggomiu

Konawe, 2004


Kembali Ia akan Memintal Waktu

:TS

telah ia sepuh segala:
suka serta duka
cita serta cinta
di gedung besar sana
sebulan, ia kenang lampau yang meriak:
“sembari pamit kepada malam yang pahit berarak
kuteteskan pula setetes bening di kelopak
bukan karena bara dada telah menetak
tapi kesabaran mesti kudendangkan kendati telah retak”.
pada lantai ubin
ia dilahirkan
pada bilik beton
ia dibesarkan
pada gedung tegar
segala kebersamaan ia tebar.
hanya sesaat saja asa berhembus
hengkang ke belantara luas
ketika tiba memanggil waktu
kembali ia akan memintal waktu.

Makassar, 2004


Suatu Malam


suatu malam
saat lorong rumahmu mulai kelam
kupacu jarak menembus rindu yang pupus
kuhalau kabut malam yang menutup
jarak perpisahan

Kendari, 2003



Kita Putar Waktu ke Belakang

:Didit Marshel

di atas sperei ranjang
bergambar bunga-bunga
juga ada reranting juntai memanjang
:kita putar waktu ke belakang
mengingat masa lalu telah menjadi benang
kusut berurai dan terlentang
tanpa sadar kita menyaksikan bisu langit-langit
tanpa sadar kita toreh dinding dengan derai bait-bait
tetapi,
tanpa sadar mulut kita berlumut
tepat, seperti kemarin cicak mendecak
hasil keringat kita.
meski pengorbanan adalah perjuangan
kesabaran jadi penuntun,
ke jantung telah kita pantunkan
ketegaran jiwa Kapita Anamolepo
:kita benam saja segala dendam
ataukah mestinya
kita susuri kembali perkampungan laanggambo
meski penuh ombak debu
repihan perenungan lalu
tetap ia sepuh.

Uepai, 2004


laanggambo : tempat penambangan pasir di daerah Uepai


Kukubur Senja yang Perih

:Fitri & Annisa

mobil senja mengantarku menyusuri kendari
melayari perbukitan pohonan pinus silea
meliuk-liuk di aspal yang bersilauan
mengubur senja perih di tanah sorume
tak gentar kulayari tanah merah
sepekan lamanya
melarung memberi makna puisi
seluruh ke penjuru sukmamu
tapi, mesti kutautkan perpisahan itu:
mengubur nista-nista itu.

Kolaka, 2004


Kata Perpisahan V

:Para Pembuat Bom

selamat malam anjing malam
berikan kami lolonganmu
sebagai jerit penolong untuk kami
memasuki mimpi yang bergalau
akan kuberi jeritan yang lain
lebih perih, lebih menyayat:
dari bagian tubuh kami yang terbuang.

Uepai, 2004

Tidak ada komentar: