ACHMAD ZAIN. Berawal dari kesendirian, disertai keprihatinan atas kondisi perteateran di Sulawesi Tenggara, tahun 1992, Stone - demikian akrab dipanggil - mendirikan Teater Sendiri. Pada awal kiprahnya, kesendirian adalah kawan yang setia menemani perjuangannya. Tak lama kemudian, ada beberapa orang yang bergabung. Baginya, tidak ada pekerjaan yang hina selama dikerjakan dengan ikhlas dan tulus. Ia menulis naskah dan menyutradarai pementasan teater di Teater Sendiri. Puisinya diantologikan pada Antologi Puisi Teater Sendiri Dengung, Sendiri, Sendiri 2, Malam Bulan Puisi, Pembacaan Sajak Akhir Tahun TS-2005 [Teater Sendiri], Antologi Wasi Taman Budaya Banjarmasin, Mengikuti Malam Bulan Puisi-Teater Sendiri 2004 & 2005, dan Pembacaan Sajak Akhir Tahun Teater Sendiri 2005. Membawa Teater Sendiri yang dibinanya pada berbagai event di Indonesia dalam Temu Teater Katimuri I, II, III dan Palu Indonesia Dance Forum. Pentas Teater Keliling [Surabaya, Solo, Yogyakarta, Jakarta], dan ajang lainnya. Menerima Penghargaan Sastra Tahun 2007 dari Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara untuk dedikasinya dalam menggiatkan sastra di Sulawesi Tenggara. Teater Sendiri pun yang dibinanya, menerima Penghargaan Sastra Tahun 2007 dari Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara atas aktivitas kesastraan di Sulawesi Tenggara. Baginya, “Berbuat Adalah yang terbaik!"
Fana
Kurangkul malam
Kupagut kelam
Kucumbu rembulan
Kusetubuhi waktu
Kulupa usia
Berpeluh gairah
Di ladang nafsu
Sesaat nikmat
Mengikat
Ajal tiada saat
Wuawua-05
Halusinasi
air mata
membatu
di rongga
mulut
telinga
bising
memekak
di ketiak
dubur
hati
luluh
meleleh
di antara
bibir
tubuh
rubuh
menggelepar
bising memekak
air mata
luluh meleleh
di ketiak bibir
mulut membatu
di rongga dubur
di antara
hati
Wuawua-05
Sembilan Anak Tangga
Usai lewati sore di awal ‘06
dengan berjuta cerita di antara dua gelas kopi
buatanmu
Sesekali ada tawa terselip
di kepulan asap 234
Din
di sembilan anak tangga
semua tersimpan rapi
dan di puncak tangga ada cahaya membias
biarkan menerpa wajah kita
Din
melangkahlah selama kaki kanan
dan kaki kiri belum menyatu.
Wuawua, 1 Januari ‘06
Aku Cemeti
Aku cemeti
yang senantiasa
mencambukmu!
entah sampai kapan.
Enyahlah rasa sakit
larut rasa sakit
yang tenang…
Desirku adalah
simponi yang ‘kan
mengiringmu
pada
kemanusiaan hakiki.
Kendari, 2006
Ajari Aku
Aku manusia lahir
yang kurang ajar
karena keadaan
Keadaan
menuntunku pada
kehidupan liar
di tengah kaum terpelajar
Kasian para cendekia
ajari aku
‘tuk dapat menjarah
harta negeri ini
Ajar aku
‘tuk berwajah dua
ajar aku
‘tuk bersilat lidah
Kendari, 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar