Selamat datang di Kawasan Penyair Sulawesi Tenggara Terima kasih atas kunjungan Anda

Selasa, 29 Januari 2008

ROYAN IKMAL

ROYAN IKMAL lahir di Raha-Muna, Aktif di Teater Sendiri Kendari mulai tahun 2004. Puisinya diantologikan pada antologi Malam Bulan Puisi [Teater Sendiri] dan Sendiri 2. Bersama Teater Sendiri, ia mengikuti Pentas Keliling Indonesia 2005 di Surabaya [IAIN Sunan Ampel Surabaya], Solo [Teater Arena Surakarta], Yogyakarta [kerjasama Teater Tangga-Universitas Muhammadiyah, Teater Eska-IAIN Sunan Kalijaga, Lembaga Indonesia Perancis-Yogya], dan Jakarta [Pusat Bahasa Jakarta]. Ia juga salah seorang penggagas Teater Empat Raha dan menyutradarainya. Mengikuti FTP-TS 2005 & 2005, Proselamat-Teater Sendiri, Persen-Depsi, RBK-Anasepu, Temu Sastra Kepulauan dan Kampung Budaya IV 2004 di Topejawa-Takalar, DKM-BKKI Makassar.


Kota Muna

Kota muna
kuciptakan engkau kata
kutatakan engkau ruang
kubangunkan engkau, meruang
walau sesungguhnya
tanpa itu semua
engkau memang telah mapan
Kota muna
kuarungkan engkau lautan indah
kuisi tubuhmu dengan tinta hitam
kubalut lukamu dengan kata
walau sesungguhnya
engkau telah melakukannya.
Kota muna
di laut engkau kota kecil
di darat engkau kota besar
dan aku melekat pada tubuhmu

Bje, 020804


Ayah


Telah banyak kugoreskan hatiku
pada pecahan malam, barabara matahari.
terlebih lagi untuk sebuah nyanyian
yang aku tempel pada dinding tepian hari
dan terhempas oleh hujan berhari-hari
Kali ini, hanya permintaanku pada angkasa
kita dapat bersanding dalam penantian
setelah kuasanya meneteskan syurga.
aku tidak menuduh bencana adalah penyebabnya.
tapi bencana adalah kebahagiaan
yang membawa engkau tersenyum berkepanjangan.
Ayah, hanya butiran air yang kupersembahkan
lewat selubung kata maaf yang tersesal
laksana kubangan yang coba memberikan kesejukan
walau mengalir tidak, tapi mataair murni
yang tertampung sejak terciptanya kehidupan.
Tuhan, masih dengan selembaran kataku buat angkasa
tidak engkau hadirkan hitam tanpa sesuatu yang terang
seperti katamu pada bisikan tulisanmu yang ampuh
kalimat itu terukir tebal di bibir sang ayah
maka jauhkanlah ia dari maut yang telah mengepung.

29 Mei 2006


Hanya Sebuah Desah


Malam ini, telah kupaksa jemariku untuk berjalan
membuat huruf hingga berarti, “kerinduan”
sampai terdengar dan terasa oleh telinga dan
seluruh organ tubuhmu, bahwa kelelawar malam
mampu melihat dalam kegelapan.
dengan sebuah harapan, “kepuasan”
Sebelumnya aku pernah menggali di atas batu karang
membuat tanganku terluka dan aku mengerang
tak pernah aku pikir, mengapa mawar berbunga duri?
Terlalu sulit untuk kupangkas di dalam rumahku.
Saat ini pun aku bertanya pada malam
apakah kita tidak akan melihat mentari pagi?
Maaf, hanya sebuah desah.

Yogyakarta, 22 Juni 2005


Bersetubuh dengan Kotoran


Maaf!
kita terpaksa bercinta di tengah malam
beriringan
bergandengan
berpelukan
berciuman
bahkan bersetubuh dengan kotoran
Kalau kau berkata tentang bulan yang hampir purnama
di tengahnya awan samara yang selalu menyaring sinarnya
aku tahu
kau tahu
aku buas
kau puas
aku enggan
kau bosan
Sayang, iring-iringan senjanya seakan di ubun-ubun
mungkin air bah terlanjur mengalir dengan derasnya
mengguling kita hingga hanyut dalam pelukannya
Kita mencoba menggapai tiang
walau hanya tangan yang selalu menengadah
pada bebatuan yang besar menimbun
bukan berarti bulan tidak akan purnama
hanya saja kita masih kotor di matanya
andai aku bisa menyaring penyesalan
akan aku persembahkan buat hari kemudian
harapkan kau mempersembahkan sesuatu
lepas aku di hari kemudian

Yogyakarta, 22 Juni 2005


?
Untuk Muna

Bukankah ini telah pagi untuk kita
Bagaimana aku mendustai alam
Yang setia dengan suasana
Begitu nafas aku tarik
Senang aku hembuskan
Barulah aku menulis tentang dusta
Mata dan mulut
Hati dan telinga
Awan dank abut
Darat dan udara
Lewat perjalanan kita
Menelusuri lembah yang nista
Bukannya aku atau kau yang berkata bohong
Bukan pula terang dalam gelap
Atau bahagia dalam kesedihan
Tapi cinta dalam dusta

Raha, 130805


Hanya Sebuah Permulaan

Masih dengan keterbiasaan malam, jengkrik
mengiringinya lewat tembang rayuan
padahal ia baru saja berkenalan dengan bintang di langit
yang berujung di pinggiran pantai putusnya
walau itu hanya sebatas berdua, tanpa
penjaga pantai yang menguping
Ada mayatnya membungkus dalam hati
ada pula rindu membungkus dalam angan
malam itu laut baru saja memulai
bersanding dengan daratan
entah mereka mengerti atau tidak
pastinya saat itu hanya permulaan
yang belum jelas akhirnya.
Kesamaan itu tercipta dengan sendirinya
memang tuhan telah menakdirkan
kalau malam itu ada kata dari merfeka:
“jika ingin tahu, maka jangan tahu
jika ingin tahu mengerti, maka jangan mengerti”
hanya mereka berdua dan yang maha tahu yang tahu
Aku suka bulan, bintang, dan suasana pantaimu
katanya “aku pun suka yang kau suka”
sejenak mereka berkelana dalam buaian
pada angina yang bertiup kencang
lalu hanyut di buih air laut
hingga kembali dengan membawa sejuta bahagia
Pastinya itu hanya sebuah permulaan.

Raha, 140506


Nona
NN

kita telah merancang sebuah sandiwara
yang pastinya kau dan aku yang berperan di dalam
bukan setengah kau memerankan seorang istri
yang menyelinap ke dalam bongkahan batu dengan susah
hingga kau tergores dan mengeluarkan darah
oleh tajamnya batu karang.
Kau dan aku
mungkin kita telah mengisap sedikit ganja
dalam ruang kenikmatan sesaat
padahal kita tahu, kalau belum waktunya
detak jam mengiringi desah nafas kita yang panjang
sampai kita terbengkalai di antara dua pilihan
Kapan
dimana
mungkin,
bumi yang berputar di kepala kita telah berhenti?
tidak! setiap saat aku putar
sangking lamanya kau pun ikut berputar
dan hampir terhenti dengan katamu sendiri
NN
di ujung lidahmu kau tulis sesuatu tentangku
bukan berarti tidak kalau aku ingin mengambilnya
dengan lidahku yang selalu mengeras
sebab kau dan aku akui kita memang mengeras
dalam Lumpur.

NNG, 300705


Telah Kujelajahi Lorong Hatimu


Telah kujelajahi lorong hatimu, lalu
Aku siapkan tempat sampah untuk membuang
Semua kebusukan yang ada di kepalamu.
Pernahkah engkau melakukannya
Seperti deretan semut dengan susah
Menggotong sesuatu dengan kebersamaan?
Setapak demi setapak kakimu berpijak
Melupakan panasnya bara api yang kau lalui
Engkau tahu saying, betapa mulianya
Pengorbanan waktu, betapa tulusnya
Kepedihan rasa, dan
Betapa relanya hari untuk 3 tahun.
Saat ini romansa melilit di kepalaku, begitu pula
Lambaian jiwa, mungkinkah mata
Harus berkorban dengan memberikan
Tetesan bening yang ia miliki?
Telah kujelajahi lorong-lorong hatimu
Hingga aku tersesat di bibirmu
Dan engkau tertinggal jauh
Bahkan menetap dalam otakku

ANT Taman Budaya, 011205


Adik-adikku

Adik-adikku
telah aku pikul beban di kerinduan kalian
pada maa yang akan datang
walau belum waktunya aku datangkan itu
pada rindu sang pertapa
Kalian tulislah sebuah cerita
tentang raja yang rindu permaisuri.
pada kertas yang bergambar, di situ ada kalian
dan sang raja di hening malam. ingatlah jengkrik merengek,
katak memohon, cicak yang keheranan mendengar
cerita kalian hingga kakak yang kebingungan
Adik-adikku
masih ingatkah kalian tentang gantungan ranting
kulitnya terkelupas oleh panas dan kesabaran
begitu lama kita merajut kesedihan bersama
sampai kalian lupa akan tawa
Berjalanlah kalian mendaki gunung
ada sedikit bekal, sudah kakak simpan
di kantung badanmu. gunakan itu seperlunya
karena esok menantilah mereka, menyantap bekal yang
kau simpan selama ini. hingga tubuhmu tumbuh subur
dan berkembang di dalam kepala mereka,
bahkan berbuah di bibir semua orang.
Adik-adikku
ada tangan mengelus dada. ada api tersiram air
kalau bencana bukan jaminan bahagia
maka jadikanlah bencana, bahagia kalian.

Rh, 310805


Kuda-kuda Besiku


Kuda-kuda besiku yang manis
telah kau tulis nota pinjamanku dalam dosa
hanya kesetiaanmu yang membara
dalam nafas yang tersendat, karena aku, kau kehausan
menjadi sakit atau amarahmu merusak jalanku.
Sudah berapa jauhkah kita gagahi tujuan
sampai bebatuan mementalkan, kita berlari
tanpa peduli tuntutan dan dendam mereka
kita kecup hari hingga memerah, lalu
pagi, siang, malam bosan meladeni kita
Kuda-kuda besiku yang cantik
seperti apa rasanya, ketika punggungmu
menyatu dengan bokong yang montok
mungkin kau bosan bersetubuh dengan aku
karena aku kurang menggairahkan
tapi aku menikmati
bagaimana kau melayanikui dengan pasrah
Kuda kuda besiku yang malang
kita memang sepasang kekasih yang malang

Bje, 020804


Gambarmu di Kanvas Berikut

Aku hanya menggambarkan wajahmu
oleh kanvas-kanvas tersedia sajak lama
yang separuh isinya telah mengarungi jiwa
walau telah memudar, namun telah tergores
“si kulit tahu” yang ingin bersaning dengannya
Kuakui gambarmu dapat mengubah warna
kalau dulu polos, kini berubah
dengan sejuta warna yang telah buram.
tapi aku
bukan kau dideret kanvas terkebelakang
manyapu pesaingmu terdahulu gugur
Hanya status yang membedakannya
terlebih dulu terlingkar oleh ikatan duniawi
tak mungkin lagi untuk berubah sedikit pun
namun kenyataannya, ada nisan pada gambarmu
mengukir di belakang kanvas
aku hanya menyediakan, melayani, melengkapi
apakah terus terukir atau tidak.

SKRT Ln, 140506


Pelangiku

Pelangiku
kalau kau bercerita tentang kepuasan
aku akan bercerita tentang penyesalan
andai kau bercerita tentang bahagiamu
aku akan bercerita tentang kecewaku
di manakah letaknya batas harapan?
Memang engaku
merah
kuning
biru
ungu
jingga
dan warna lainnya yang indah
Akan tetapi aku
bingung
pusing
ragu
kesal
marah
dan kekalutan yang hampa
Terus terang
apakah benar
ataukah
dibenarkan
kita menjadi terbiasa

RI, 020105


Engkaukah Itu


Engkaukah itu, purnama yang kehilangan cahaya
kunang-kunang malam terbang tanpa penerangan
atau mungkin pantai yang menimbun kotoran dedaunan
jalan berbatu, sungai mengering, siang tanpa matahari,
dan jiwa tanpa senyum. bukankah telah berulang-ulang
kicauan burung menyambut pagi.
seperti apa lingkaran yang engkau buat?
Engkaukah itu, yang menelan bara api?
di mana tungku telah engkau nyalakan kembali,
beribu bahkan berjuta dedaunan
berguguran terhempas angina
tidakkah engkau sadari, bukan mata yang bersedih, tapi
ada sesuatu yang membuat banjir di kulit mulus
hingga bukit itu longsor?
Engkaukah itu, musibah dalam ruang tak terbatas
sehingga tak ada jalan untuk menghindar dari
terpuruk, bertumpuk, menunduk, menggorok, dan
merangkak. bukannya rasa kalau tidak dapat merasakan
bukannya pohon jika terus mengalami keguguran
bukannya lautan kalau airnya terus mengalami surut,
tapi kehidupan yang tak pernah engkau tahu
datang dan perginya.
Engkaukah itu, mungkin kita semua akan bertatapan.

Makassar, 011905


Syair Muna yang Terbang

Untuk Rakyat Muna
Sekian tahun aku melayang di angkasa
rasanya tak pernah ada yang indah
hanya sesaat, ketika aku tarik nafas panjang
aku belum mati, hanya sedikit sakit
dari virus yang menggerayangi hati dan tubuh
Sekarang suasananya agak tegang
aku tumbuh laksana bunga rumput yang indah
sayangnya mereka tak mau tahu
kalau aku tumbuh dan mekar di atas kotoran
dan air selokan
hanya angina membagi harta
lalu aku bergoyang terbuai hembusannya
Aku punya nama, tapi tidak jelas
aku punya harta, tapi kemalingan
aku juga punya hati, tapi rasanya sakit
nyawa pun hampir melayang
Aku bisu karena lidahku tercabut
aku tuli karena telingaku tersumbat
aku lumpuh karena kakiku terikat
bahkan sampai tertawa pun rasanya pakat
Tapi kalian harus ingat,
aku punya musibah untuk kalian!

Ril, T4

Tidak ada komentar: