Selamat datang di Kawasan Penyair Sulawesi Tenggara Terima kasih atas kunjungan Anda

Minggu, 14 Oktober 2007

Syaifuddin Gani


Syaifuddin Gani
(Kendari)

SYAIFUDDIN GANI lahir di Salubulung, Mambi, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat, 13 September 1978. Belajar sastra dan teater sejak bergabung di Teater Sendiri Kendari tahun 1998 sampai sekarang. Puisinya diantologikan pada antologi bersama Sendiri, Sendiri 2, dan Malam Bulan Puisi, kumpulan sajak tunggal Perjalanan [Teater Sendiri], Kendari [Kantor Bahasa Kendari], Ragam Jejak Sunyi Tsunami [Kantor Bahasa Medan], Medan Puisi [Labsas Medan, 2007], dan Antologi Penyair Nusantara 142 Penyair Menuju Bulan (KSSB, Kalsel 2006). Sajak-sajaknya dimuat di Horison, Harian Republika, Harian Seputar Indonesia, Harian Lampung Post, Majalah Gong Yogyakarta, Sultra Pos, Harian Pedoman Rakyat Makassar, Jurnal Sundih Bali, Radar Sulbar, Majalah Annida, Jurnal Puisi Sumbawa, dan Harian Analisa Medan. Esainya dimuat di Kendari Pos dan Kendari Ekspres. Bekerja di Kantor Bahasa Prov. Sulawesi Tenggara. Email: om_puding@yahoo.com dan udin_gani@telkom.net. Alamat rumah, Jalan Malaka No. 6 Blok III Perumnas Wua-Wua 93117 Kendari, Tlp. 0401-391677 – HP: 081341677013. Alamat kantor, Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara, Jalan Haluoleo Kompleks Bumi Praja, Anduonohu, Kendari 93231Telepon (0401) 3005581, 3005584; Faksimile (0401) 3005581


El Maut


bendera putih terkulai
di pintu gang torada
orang-orang diam, kepala merunduk ke bumi
bermurungan melenggang ke tikung gang
rumah dikerumun kelapa tua
reranting kerseng memanjang hingga jendela
kursi dan bangku-bangku bercengkerama
tentang sang puteri bermata permata
tinggalkan sehelai rambut ranumnya
lunglai di sandaran.
o, retakan dinding, urat-urat belimbing
saling memandang dengan ucapan-ucapan bimbang
si rambut bening si punggung hening
telah mendiang.
di serambi
orang-orang berdatangan, yulvi
mungkin handai taulan dan kawan sejawat
wajah basah, mata berkaca-kaca
sementara engkau tinggal nama.
di sudut kamar, seorang bocah
minum susu, matanya liar di antara tetamu
anakmu.
orang-orang pulang, yulvi
seteleh engkau disembahyangkan
menuju keanggunan tuhan
semoga mulia
di rerimbun surga

Kendari, 28 November 2006


Ramadan Datang


malam padam
rindu berdiam di rerimbun petang
satu-satu bintang pulang
jauh ke ufuk selatan
cahaya benam
raib di laut lengang
kunang-kunang pulang
lenyap di liang malam
azan melayang-layang
lesap di jantung insan
jendela seribu bulan menjelang
ramadan datang
lampu penerang pendar di tikung jalan
cahayanya rembes sampai ke sumsum remang
geletar tadarrus dan tasyakur, rekah ke cakrawala
para insan jamaah ikhsan
berharuan ke altar sembahyang.
bilal lambaikan allahu akbar
deras meruah ke telaga kautsar
oi, ramadan datang.

Kendari, 6 Oktober 2006


Mendiang Yulvi


bendera putih terkulai
di pintu gang torada
orang-orang diam, kepala merunduk ke bumi
bermurungan melenggang ke tikung gang
rumah dikerumun kelapa tua
reranting kerseng memanjang hingga jendela
kursi dan bangku-bangku bercengkerama
tentang sang puteri bermata permata
tinggalkan sehelai rambut ranumnya
lunglai di sandaran.
o, retakan dinding, urat-urat belimbing
saling memandang dengan ucapan-ucapan bimbang
si rambut bening si punggung hening
telah mendiang.
di serambi
orang-orang berdatangan, yulvi
mungkin handai taulan dan kawan sejawat
wajah basah, mata berkaca-kaca
sementara engkau tinggal nama.
di sudut kamar, seorang bocah
minum susu, matanya liar di antara tetamu
anakmu.
orang-orang pulang, yulvi
seteleh engkau disembahyangkan
menuju keanggunan tuhan
semoga mulia
di rerimbun surga

Kendari, 28 November 2006


Semalam Di Uepai

di tikungan empat lima Uepai
daradara Konaweeha menyusuri petang
rambut panjang digerayangi angin
cahaya senja mengguyur kulitnya kemerahan

di bawah pohonpohon kerindangan
Putriputri Anaway berjejeran
berceritera dengan senyum keramahan
tentang Kapita Anamolepo lelaki kebanggaan
malam merambat
bulan merangkak
di sebuah lapangan hijau Uepai
bersebelahan sebuah surau yang lengang
digelar lingkaran sempurna seumpama kalosara
mengalirlah pesta Lulo dengan irama dan gerak kaki yang rampak
o bunyi gong yang rancak, tangantangan satu sentak, goyang pinggang padat,
nafasnafas rangsang, juga nafsu sungsang

di bibir jalan, para ibu dengan anak di gendongan
menatap penuh khayalan, ketika tiga belas tahun silam
dinaksir lelaki saat molulo segitiga jelang subuh
para ayah memandang dengan senyum ditelan sambil menyikut buah dada

di sungai merah kali Konawe
bagai Anaway Ngguluri mereka merendam badan yang perawan
menghanyutkan peluh semalaman
sambil bercerita lelaki pujaan
I Bio dengan rayuan pongasih tanyakan kalau sudah punya gandengan
pagi hari yang berkabut
tersebar berita bersahut-sahut
I Feni kabur bersama I Dedi
saat Lulo tiga belas tuntas di puncak malam

Uepai, Desember 2005

Konaweeha : Sebutan untuk orang Konawe
Anaway Ngguluri : Putri jelita dalam mitologi Konawe
Kalosatra : Adat tertinggi di Konawe dengan symbol lingkaran rotan
Lulo/Molulo : Tarian tradisi
Pongasih : Minuman khas Konawe